Uighur Tantang China Buktikan Muslim Bebas dari Kamp Xinjiang
01 Agustus 2019, 09:00:55 Dilihat: 603x
Diaspora Uighur di berbagai negara menantang Chinauntuk membuktikan klaim mereka bahwa 90 persen Muslim yang ditahan di kamp-kamp di Xinjiang sudah dibebaskan.
Tantangan ini digemakan melalui berbagai jejaring sosial dengan tanda pagar #Provethe90% oleh para diaspora Uighur, termasuk Guly Mahsut, yang kini tinggal di Kanada.
Melalui Twitter, Mahsut membantah klaim China bahwa sebagian besar Muslim di kamp Xinjiang sudah dibebaskan. Ia mengatakan bahwa para kerabatnya saja masih berada di dalam kamp.
"Itu sama sekali tidak benar. Salah satu sepupu saya, juga pemandu wisata dan suami teman saya masih di dalam kamp," kata Mahsud kepada AFP.
Ia kemudian mengunggah sejumlah foto kerabatnya yang masih berada di dalam kamp dengan tambahan tagar #Provethe90%.
Tagar itu juga digunakan oleh Arfat Erkin, seorang mahasiswa Uighur yang sedang menuntut ilmu di Amerika Serikat. Erkin mengaku bahwa sampai saat ini ia masih tidak bisa menghubungi ayahnya yang diduga ditahan di kamp di Xinjiang.
"China tidak perlu mengatakan bahwa mereka sudah dibebaskan jika memang benar sudah dibebaskan," tulis Erkin. Ia kemudian menulis, "Mereka hanya harus memberikan akses normal kepada jurnalis ke kamp-kamp itu, bukan kamp yang sudah dipersiapkan, dan memberikan izin resmi kepada Uighur untuk menghubungi kerabatnya di luar negeri."
Senada dengan Erkin, Bahram Sintash juga menuturkan kisah ayahnya, seorang mantan editor surat kabar, yang diduga ditahan di kamp di Xinjiang sejak Desember 2017 lalu.
Tak hanya itu, Bahram juga mengunggah foto masjid yang sudah hancur lebur di dekat daerah Xinjiang. Di sekitar masjid itu, banyak kamp yang diduga digunakan China untuk mendoktrin jutaan etnis minoritas Muslim dengan ajaran komunis.
Ketika ditanya soal tantangan pembuktian ini, juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Hua Chunying, mengatakan bahwa ia tidak tahu "jumlah pasti" orang yang sudah keluar dari kamp.
Tak menjawab pertanyaan, Hua malah membahas bahwa "keadaan Xinjiang yang sebenarnya sangat jauh bereda dari yang digambarkan dalam media-media Barat."
Ia pun memastikan bahwa China akan membuka akses untuk jurnalis ke Xinjiang dalam waktu dekat. Namun, sejumlah pengamat menganggap gambaran nyata keadaan di Xinjiang sangat sulit terungkap karena pemerintah sangat membatasi akses jurnalis.
Jurnalis AFP saja mengaku selalu diikuti oleh pria berpakaian preman. Mobil jurnalis itu juga diadang dan diarahkan ke jalan lain ketika hendak mendekati sejumlah kamp.
"China membuat pernyataan yang tidak bisa diverifikasi, cara kotor untuk menghindari kekhawatiran dunia atas penahanan massal Uighur dan anggota etnis minoritas lainnya di Xinjiang," kata Direktur Kajian Asia Timur Amnesty International, Nicholas Bequelin.
Sumber: CnnIndonesia