Bahas Afghanistan, Negosiator AS Bertemu Rusia dan China
23 Oktober 2019, 09:00:00 Dilihat: 626x
Gelaran upacara tersebut sempat terancam tertunda setelah Jepang dihantam topan Hagibis pada pekan lalu. Topan super dan terpanjang itu mengakibatkan hampir 80 orang tewas dan sejumlah wilayah di Jepang porak-poranda.Negosiator perdamaian Amerika Serikat Zalmay Khalilzad akan berkonsultasi dengan Rusia, China dan sekutu Eropa untuk membahas negosiasi damai di Afghanistan.
Perundingan perdamaian antara AS kelompok Taliban dihentikan secara sepihak oleh Presiden AS Donald Trump pada September lalu.
Kementerian Luar Negeri AS mengatakan Khalilzad hari Minggu berangkat menuju Brussel, Paris dan Moskow. "Dia mencari "cara terbaik untuk mendukung upaya mempercepat perdamaian di Afghanistan," kata Kementerian Luar Negeri AS dalam sebuah pernyataan. Di Moskow, Khalilzad akan bertemu perwakilan Rusia dan China.
Khalilzad merupakan diplomat veteran AS yang lahir di Afghanistan. Selama satu tahun ini dia memimpin perundingan dengan Taliban untuk mencari kesepakatan damai.
Trump pada September lalu telah mengundang para pemimpin Taliban untuk bertemu. Namun dia menarik undangan itu dan mengakhiri pembicaraan setelah serangan Taliban di Kabul menewaskan seorang tentara AS. Sejak saat itu proses negosiasi mandek.
Dalam persyaratan perundingan damai, AS menyatakan hanya akan menyisakan 8000 serdadu di Afghanistan, sebelum ditarik secara keseluruhan. Sebagai gantinya Taliban berjanji tidak akan memberikan tempat persembunyian bagi kelompok teroris.
Meski tak mencapai kesepakatan, Jenderal Scott Miller, yang memimpin pasukan AS dan NATO di Afghanistan, mengatakan bahwa Amerika Serikat telah menarik 2.000 tentara dari wilayah itu selama setahun terakhir.
AS memang memiliki hubungan buruk dengan Rusia dan China, namun Khalilzad telah berulang kali berkonsultasi dengan dua negara tersebut karena sama-sama memiliki kepentingan di Afghanistan.
Pada 1980-an, Uni Soviet berperang melawan gerilyawan Islam yang saat itu didukung AS sewaktu menginvasi di Afghanistan. Sementara China ingin mencegah penyebaran ekstremisme.
Perang di Afghanistan merupakan intervensi militer luar negeri terpanjang bagi AS. Mereka telah menghabiskan hampir US$1 triliun (sekitar Rp14 ribu triliun) dan menewaskan puluhan ribu orang.
Sumber: CnnIndonesia