Dokumen Rahasia Jerman Ungkap Kejahatan HAM di Xinjiang
04 Februari 2020, 09:00:42 Dilihat: 696x
Situasi kemanusiaan di Xinjiang, China, semakin "memburuk" dalam beberapa tahun terakhir, klaim sebuah dokumen rahasia milik Kementerian Luar Negeri Jerman yang bocor ke media. Catatan Berlin merangkum "peningkatan signifikan" aksi represif dan diskriminasi sistemik di China terhadap minoritas Uighur.
Toh meski demikian pemerintah Jerman cenderung berhati-hati ketika mengangkat masalah serius ini kepada China. Terlalu besar kepentingan ekonomi yang dipertaruhkan, klaim analis. Saat ini sederet perusahaan Jerman seperti Siemens, BASF atau Volkswagen, mengoperasikan pabrik mereka di Xinjiang.
Dokumen rahasia seputar pelanggaran HAM di Xinjiang dikumpulkan oleh Kemenlu Jerman dari laporan lembaga HAM, advokat kemanusiaan, organisasi internasional dan kedutaan asing, pada Desember 2019. Laporan tersebut nantinya digunakan oleh Badan Federal urusan Migrasi dan Pengungsi buat menentukan permohonan suaka dari China.
`Kekerasan Seksual dan Kematian" di Kamp Re-Edukasi
Menurut Kemenlu Jerman, saat ini lebih dari satu juta warga Uighur di Xinjiang dinyatakan menghilang di lembaga permasyarakatan atau kamp re-edukasi yang dibangun pemerintah China sejak tahun 2016. Kebanyakan ditahan untuk waktu tidak terbatas, sebagian dipindahkan ke kamp kerja paksa, yang lain dipulangkan di bawah pengawasan otoritas lokal.
Laporan tersebut mengklaim motto "transformasi melalui pendidikan" yang digunakan pemerintah China pada realitanya berupa "ungkapan halus untuk program pelatihan ideologi yang ketat." Jerman juga mencatat laporan penganiayaan, kekerasan seksual dan kasus kematian di kamp re-edukasi milik China.
Warga Uighur yang memiliki keluarga di luar negeri juga diawasi secara ketat. Mereka yang secara rutin berkomunikasi dengan sanak saudara di pelarian juga sering mendarat di ruang interogasi atau kamp tahanan.
Dipulangkan dan `menghilang`
Menurut laporan itu, pemerintah China antara lain menekan pemerintah Mesir, Kazakhstan, Malaysia, Pakistan dan Thailand untuk mendeportasi etnis Uighur kembali ke China. Tidak ada laporan lanjutan tentang "keberadaan" mereka yang diusir dari pelarian, catat Kemenlu Jerman.
Warga China yang dianggap termasuk kelompok "subversif" terancam menghilang "selamanya" jika mereka dipulangkan ke China. Selain warga etnis Uighur, minoritas etnis dari Tibet juga mendapat perlakuan serupa.
Selama ini pemerintah di Beijing berdalih pendekatan militeristik di Xinjiang diperlukan untuk memerangi geliat terorisme. Serangan teror terakhir terjadi pada 2014 silam, ketika sebuah bom meledak di Urumqi dan menewaskan 31 orang. Sejak saat itu China memperketat pengawasan terhadap etnis Uighur.
Dalam laporannya, Kemenlu Jerman mengakui adanya hubungan antara kelompok separatis bersenjata di Uighur dengan organisasi teror seperti Taliban di Afghanistan dan Al-Qaeda.
Namun dalam kebijakannya meredam aksi teror di Xinjiang, pemerintah China terkesan ingin menghukum semua warga etnis Uighur, termasuk upaya mengeliminasi identitas lokal dengan membatasi perkembangan bahasa, agama dan budaya warga Uighur. Selain itu mereka juga ditempatkan di bawah pengawasan elektronik.
Laporan itu mencatat pemerintah mencurigai semua warga beragama Islam mendukung atau ikut aktif menyebarkan pandangan ekstremis.
Sikap Lunak Pemerintah Jerman
Bangsa Uighur mengidentifikasikan diri sebagai warga Turkistan Timur. Pakar etnologi mencatat kebanyakan warga Uighur merasa lebih dekat kepada kebudayaan Asia Tengah ketimbang China. Mereka menuntut kemerdekaan atau hak otonomi yang lebih luas bagi Xinjiang.
Tapi walaupun pemerintah Jerman mengetahui situasi kemanusiaan di China, pejabat negeri cenderung berdiam diri atau melunak di ruang publik. November 2019 lalu, Kanselir Angela Merkel mengakui pemerintah memang "harus mengritik" situasi di Xinjiang, tapi dia tidak membeberkannya secara detil.
Tahun lalu Menteri Luar Negeri Heiko Maas meminta China menaati perlindungan HAM dan mendesak Beijing "mengklarifikasi posisinya" terkait kamp tahanan bagi minoritas agama.
Dalam wawancaranya dengan harian Sddeutasche Zeitung, Maas mengatakan "jika" ratusan ribu warga Uighur benar-benar "ditahan" di kamp-kamp re-edukasi, "maka masyarakat internasional tidak bisa menutup mata," ujarnya.
sumber: Detik.Com