New Normal Corona AS dan Malapetaka dari Keangkuhan Warga
28 Mei 2020, 09:00:10 Dilihat: 328x
New Normal Corona AS dan Malapetaka dari Keangkuhan Warga
Jakarta, CNN Indonesia -- Rasa tak puas dan gelisah terus bercokol di hati Ambar Ditya yang baru satu bulan lebih melahirkan anak pertamanya di New Jersey, Amerika Serikat. Ambar harus menyesuaikan diri dengan kehidupan normal baru (new normal) di tengah pandemi virus corona.
Jadwal pemberian vaksin dan pemeriksaan sang putra oleh dokter sudah tiba. Namun, perempuan asal Bekasi, Jawa Barat, itu hanya bisa sebatas berkonsultasi via video call dengan dokter lantaran pandemi virus corona (Covid-19) masih berlangsung bahkan cenderung meningkat di Negeri Paman Sam.
"Rasanya ngga puas, khawatir juga karena anak harusnya sudah jadwalnya vaksin. Tapi kan tidak bisa ke rumah sakit karena selain berisiko, sebagian besar pelayanan rumah sakit juga dilakukan melalui telepon atau video call," kata Ambar saat bercerita kepada CNNINdonesia.com.
Sebagian besar rumah sakit di AS telah memberlakukan konsultasi virtual atau via telepon bagi pasien yang menderita penyakit ringan tanpa memerlukan tindakan. Metode konsultasi ini telah diterapkan rumah sakit di sejumlah negara bagian AS demi membatasi kontak antar-manusia dan menekan angka penularan corona.
AS mengonfirmasi kasus positif corona pertama sekitar pertengahan Januari lalu. Hanya dalam waktu tiga bulan, virus SARS-nCov-2 itu telah menginfeksi lebih dari 1,7 juta warga AS. Penularan Covid-19 di AS juga sudah merenggut 99.805 jiwa per Selasa (26/5) berdasarkan data Worldometers.
Jumlah tersebut menjadikan AS sebagai negara dengan kasus corona dan angka kematian tertinggi di dunia.
Ambar mengaku mulai jengah dengan pembatasan pergerakan dan pedoman kesehatan yang diimbau pihak berwenang selama ini.
Ambar mengaku ia dan suaminya, Rouhan, merupakan segelintir warga AS yang patuh dengan pedoman kesehatan di tengah pandemi corona. Ia dan sang suami mengaku tak pernah keluar apartemen di Kota New York sejak Maret lalu ketika tren kasus corona terus melonjak drastis. Negara bagian New York saat itu juga menjadi wilayah dengan kasus corona dan kematian tertinggi di AS.
Saat itu pula, Ambar tengah hamil besar dan tengah mempersiapkan persalinan. Melihat situasi yang tak kunjung membaik, Ambar memutuskan untuk melahirkan di luar Kota New York demi alasan keamanan.
"Saat itu, rumah sakit tempat saya seharusnya melahirkan di New York sudah overloaded sekali. Tenaga medis kewalahan. Teman saya yang melahirkan di sana tiga minggu sebelum saya pun mengatakan dia hanya diberi pelayanan seadanya karena tenaga medis yang terbatas. Biasanya persalinan didampingi dua dokter dan dua suster, ini hanya didampingi satu dokter dan suster saja," kata Ambar.
Dua minggu sebelum persalinan, Ambar dan sang suami memutuskan pergi ke New Jersey untuk mengurus keperluan melahirkan.
Warga yang Tak Patuh
Ambar mengaku kesal karena masih banyak warga di AS yang tak mengindahkan pedoman kesehatan selama pandemi berlangsung.
Ia merasa usaha dia, suami, dan warga yang patuh terhadap aturan pembatasan pergerakan selama ini sia-sia lantaran masih banyak orang yang mengabaikan pedoman kesehatan selama pandemi berlangsung.
Ambar mengatakan bahwa pemerintah AS memang tidak memberlakukan aturan tegas apalagi sanksi bagi para pelanggar pembatasan pergerakan atau pedoman kesehatan selama pandemi. Hal itu, katanya, membuat banyak warga yang menyepelekan dan menganggap pedoman-pedoman itu tidak penting.
Aturan pembatasan pergerakan hingga karantina wilayah di setiap negara bagian AS memang beragam bentuknya. Sebagai contoh, Ambar menuturkan pemerintah negara bagian New York memang menghentikan semua kegiatan publik dan menutup segala bisnis hiburan dan ritel.
Namun, ia menuturkan pemerintah Negara Bagian New York masih memperbolehkan warga bepergian ke luar masuk wilayah untuk keperluan tertentu dan esensial.
Hanya saja, pembatasan pergerakan itu tidak berlangsung lama. Belakangan, seluruh negara bagian AS telah membuka kembali aktivitas perekonomian dan bisnis seiring dengan rencana Presiden Donald Trump yang ingin memulai relaksasi sektor ekonomi secara bertahap pasca-pandemi.
Rencana relaksasi itu berlangsung ketika AS masih mencatat lonjakan kasus positif corona baru dan kematian setiap harinya.
Ambar merasa kebijakan relaksasi ini bisa menjadi malapetaka jika warga AS masih "egois" dengan tidak mengindahkan pedoman kesehatan demi kepentingan bersama.
"Keangkuhan" warga AS itu bisa dilihat dari laporan sejumlah media lokal yang menyebutkan bahwa belasan ribu orang berkeras tetap menyerbu pantai untuk berkumpul, berjemur, dan bermain saat libur panjang akhir pekan lalu yang bertepatan dengan peringatan Hari Pahlawan atau Memorial Day.
Dilansir CNN, kerumunan orang tanpa masker terlihat memadati sejumlah pantai di Florida, Maryland, Georgia, Virginia, dan Indiana. Sebagian besar dari mereka juga tak mengindahkan aturan menjaga jarak.
Sebuah pesta bahkan digelar di sebuah kolam renang di Missouri. Melalui sebuah video yang beredar di media sosial, ribuan orang terlihat asyik menenggak minuman sambil bermain air di area kolam renang tersebut dengan setelan musim panas mereka.
Sementara itu, ribuan penggemar balapan mobil juga terlihat memadati area sirkuit Ace Speedway di Elon, North Carolina, tanpa memakai masker dan duduk berhimpitan.
Sejumlah penonton yang diwawancarai mengaku bahwa mereka sudah muak dengan aturan menjaga jarak dan berdiam diri di rumah. Mereka menuturkan pembukaan aktivitas publik baru-baru ini menjadi obat penyembuh kejenuhan setelah lama terkurung di rumah akibat pandemi.
"Kami lelah terjebak dan berdiam diri di rumah. Saya tidak takut virus (corona) ini sedikit pun," kata seorang penonton di Ace Speedway, Becky Woosley.
Jason Turner dari Speedway mengatakan pihaknya memang telah membuka area sirkuit untuk umum. Ia mengaku sirkuit telah menampung sekitar 2.500 orang selama pertunjukan akhir pekan lalu.
Turner menuturkan para staf telah diimbau untuk menerapkan aturan menjaga jarak meski tanpa sanksi yang tegas.
"Orang-orang memiliki hak untuk memilih kemana mereka ingin pergi," kata Turner.
Sikap abai sebagian warga AS ini terjadi ketika angka kematian akibat corona di Negeri Paman Sam hampir 100 ribu orang. Tren penularan virus corona di AS juga belum terlihat menurun.
Tak hanya warga, sikap menyepelekan ancaman virus corona juga terlihat dari sejumlah pejabat pemerintah termasuk Presiden Donald Trump di awal pandemi menyebar.
Enam hari setelah kasus Covid-19 pertama ditemukan di AS, Trump mengatakan virus corona hanya flu biasa. Ia merasa percaya diri bahwa corona tak akan mempengaruhi orang Amerika.
Trump bahkan dengan bangga mengatakan bahwa dirinya tidak mau memakai masker yang selama ini menjadi pedoman kesehatan Badan Kesehatan Dunia (WHO).
Menurutnya penggunaan masker dan pemeriksaan corona merupakan suatu hal yang berlebihan.
www.cnnindonesia.com