Menlu Rezim Militer Myanmar Datangi Thailand Bahas Krisis
26 Februari 2021, 09:00:01 Dilihat: 426x
Jakarta -- Menteri Luar Negeri junta militer Myanmar Wunna Maung Lwin dilaporkan mengunjungi Thailand untuk membahas krisis pasca kudeta, Rabu (24/2).
Seperti dikutip dari Reuters, seorang sumber pemerintah Thailand mengatakan kunjungan menlu yang ditunjuk oleh rezim militer itu untuk membicarakan upaya diplomatik bersama asosiasi negara-negara di Asia Tenggara untuk menyelesaikan krisis yang terjadi pasca kudeta di Myanmar 1 Februari lalu.
Indonesia sendiri telah melakukan diplomasi ke negara-negara anggota ASEAN untuk membahas respons terhadap situasi politik di Myanmar usai kudeta militer.
Retno sempat dilaporkan akan berkunjung ke Myanmar pada Kamis (25/2), namun hal itu dibantah.
Indonesia juga sedang menjadi sorotan di Myanmar. Sekelompok pengunjuk rasa menggeruduk Kedutaan Besar Republik Indonesia di Yangon karena pemberitaan tentang dukungan pemerintah atas usul pemilu ulang yang digagas junta militer usai kudeta, pada Selasa (24/2).
Unjuk rasa itu berlangsung sebagai respons munculnya laporan yang menyebut Indonesia tengah meminta dukungan negara ASEAN lain untuk "mendukung pemilu ulang di Myanmar" pasca kudeta militer pada 1 Februari lalu.
Reuters melaporkan bahwa tiga sumber diplomatik yang mengetahui masalah ini menyatakan gagasan Indonesia tersebut mendapatkan dukungan kuat sejumlah negara.
Tak lama setelah berita itu dirilis, Retno langsung melansir pernyataan yang menyatakan bahwa transisi Myanmar menuju demokrasi harus mengikuti keinginan rakyatnya.
Myanmar menjadi sorotan dunia setelah angkatan bersenjata Tatmadaw menahan pemimpin de facto Aung San Suu Kyi dan mengumumkan kudeta.
Selain Suu Kyi, Tatmadaw menahan sejumlah pejabat pemerintahan sipil lain, seperti Presiden Myanmar, Win Myint, dan sejumlah tokoh senior partai berkuasa, Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD).
Tatmadaw juga mengumumkan status darurat militer selama satu tahun. Militer menyatakan kekuasaan pemerintah Myanmar telah diserahkan kepada Panglima Militer Jenderal Min Aung Hlaing.
Kudeta itu telah memicu gelombang unjuk rasa di seluruh negeri.
Sejauh ini, tiga pengunjuk rasa anti-kudeta dilaporkan tewas dalam demonstrasi. Sementara seorang pria yang berpatroli di lingkungan Yangon dan melawan penangkapan malam, juga ditembak mati pada akhir pekan.
Jenderal Min Aung Hlaing dilaporkan meminta bantuan Perdana Menteri Thailand Prayuth Chan-ocha usai melakukan kudeta terhadap pemimpin sipil.
Prayuth terpilih menjadi perdana menteri Thailand pada 2014 setelah merebut kekuasaan dalam kudeta dan kembali melanjutkan pemerintahan usai menang dalam pemilu kontrovesial pada 2019.
Prayuth mengaku telah menerima surat dari pemimpin junta militer yang meminta bantuan untuk mendukung demokrasi di Myanmar.
Sumber cnnindonesia.com